Friday 5 January 2018

BUMI BULAT ATAU DATAR KAH ???

Dalam syariat Islam terdapat nash-nash yang dijadikan pegangan dalam I’tiqad (keyakinan), bahwa Allah Swt menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi, menjadikan benda besar di atas langit yang dinamakan Kursi, Arsy, Lauhul Mahfudz, Qalam dan lain sebagainya. Semua itu diciptakan bukan karena Allah membutuhkannya, akan tetapi ada hikmah-hikmah tertentu yang hanya diketahui oleh Allah.

Dan adapula nash-nash yang diterangkan dalam alqur’an akan tetapi keterangan tersebut tidak termasuk bagian dari syariat, dalam artian bukan termasuk bagian yang wajib untuk diketahui maupun diyakini, kenapa demikian?? Karena hal tersebut bukanlah tujuan dari syariat. Seperti apa umpamanya??? Seperti : Binatang apa saja yang ada di laut? Binatang apa saja yang ada di darat? Berapa jumlah semua ikan yang ada di lautan? Bagaimana bentuk bintang yang sesungguhnya? Berapa jumlah bintang yang ada di angkasa? Bagaimanakah bentuk langit yang sesungguhnya? Bagaimanakah bentuk bumi yang sesungguhnya? Walaupun binatang laut, binatang darat, bintang-bintang, bumi, dan lain sebagainya ada dalam keterangan Al-Qur’an, akan tetapi kita tidak diperintah untuk mengetahui dengan pasti tentang hal tersebut.

Maka disini kita mulai merasa aneh ketika ada seseorang yang meributkan hal-hal yang bukan pokok akan tetapi malah meninggalkan hal-hal yang pokok, mereka sibuk memperbincangkan apakah bumi itu bulat atau datar akan tetapi mereka tidak mau sibuk memperbincangkan Bab Keimanan, yaitu Rukun Iman yang akan menjadi sebab keselamatannya.

Sebenarnya dalam memahami hal-hal yang bukan pokok itu sangat mudah, sebagaimana mau memahami bahwa Bumi itu Bulat atau Datar, jangan sampai waktu kita tersita untuk hal-hal yang tak berguna.

Kita sebagai golongan Muslimin wajib mengimankan apa yang disebutkan oleh dzahirnya nash-nash itu dan mengambil pendapat jumhur ulama yang berpendapat bahwa ketika tidak ada dalil aqli yang qath’I yang bertentangan dengan dzahirnya nash, maka tidak ada alasan untuk mentakwilkan atau membelokkan makna nash-nash itu dari makna dzahirnya.

Terdapat dalam nash yang menurut arti dzahirnya, bumi itu terhampar, sebagaimana firman Allah : Dan setelah itu Allah menghamparkan bumi. (QS. An-Nazi’at : 30), jumhur ulama mengartikan menghamparkan dengan mendatarkan, Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama Islam. Akan tetapi ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa bumi itu bulat sebagaimana Imam Ar-Razi.

Lalu yang yang benar apakah bumi yang berputar mengelilingi matahari?? Atau matahari yang berputar mengelilingi bumi???

Nash-nash dalam alqur’an secara dzahir memberi pengertian bahwa mataharilah yang berputar, sebagaimana firman Allah : Dan matahari berjalan pada tempat ketetapannya (QS. Yasin : 38), Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS. Al-Anbiya : 33). Maka kita golongan Muslimin cukup meyakini bahwa Matahari dan Bulanlah yang berputar mengelilingi Bumi, karena dzahirnya ayat menunjukkan bahwa matahari dan bulanlah yang berputar, sebagaimana pendapat mayoritas ulama ahlussunnah.

Jika ada orang berkata : bahwa para filosof ahli falak modern mengaku bahwa mereka dengan alat-alat teropong yang canggih dan peralatan yang mereka buat bisa untuk melihat keadaan-keadaan angkasa, maka mereka menetapkan bahwa di luar angkasa tidak ada sesuatu kecuali planet-planet, dan mereka menetapkan bahwa bumi yang kita diami adalah bulat dan masuk dalam golongan planet-planet itu. Matahari berada di tengah-tengah, bumi dan seluruh planet berputar disekelilingnya dengan hukum yang disebut gaya tarik (gravitasi) bumi, sebagaimana juga planet-planet lain yang memiliki dua peredaran yaitu orbit tahunan untuk mengelilingi matahari yang menimbulkan empat musim dan orbit harian pada porosnya yang menimbulkan waktu siang dan malam dengan perantaraan sekali-kali berhadapan dengan sinar matahari dan di lain kali tertutup dari sinar matahari itu, pendapat mereka itu tersebar dan diambil oleh orang Islam pada umumnya tanpa memperhatikan pengkompromian antara pendapat tersebut dan nash-nash syariat yang terdahulu.

Bagaimana bentuk kompromi itu? Dan apa hukumnya? Mayoritas ulama berpendapat : bahwa kita wajib mempercayai dzahir nash syariat dan berpegang pada pendapat mayoritas ulama dalam memahami maknanya serta tidak ada alasan untuk mentakwilkan atau membelokkan maknanya dari dzahirnya nash kecuali jika ada pertentangan antara syar’i dan akli, karena faktanya secara akal boleh saja jika bumi itu datar dan mataharinya yang mengelilingi bumi, dan dzahirnya nash pun juga mengatakan seperti itu, jadi tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan bahwa bumi itu bulat dan buminya yang mengelilingi matahari sebagaimana pendapat para filosof.

Adapun hukum meyakini bahwa bumi itu bulat dan bumi yang mengelilingi matahari tidaklah membahayakan bagi agama, dan tidak merusak iman, karena hal tersebut bukanlah termasuk bagian dari kewajiban syariat untuk mengetahuinya. Tetapi jika tidak ada factor yang kuat bagi kita untuk mentakwilnya, maka mengambil pendapat jumhur dan berpegang pada pemahaman mereka terhadap nash-nash itu adalah yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam. Wallahu A’lam

(Keterangan dalam Kitab Husunul Hamidiyyah)

Maulid Kradenan 2017 - Kyai Asmawi Part 1

Maulid Kradenan 2017 - Kyai Asmawi Part 2

Maulid Kradenan 2017 - Kyai Asmawi Part 3

Maulid Kradenan 2017 - Yale yale

Maulid Kradenan 2017 - Hidup Tanpa Cinta

Maulid Kradenan 2017 - Lagu Zapin

Maulid Kradenan 2016 - Habib Quraish Bin Haidar Sahab



Logo

Logo