Yang pertama dari sifat-sifat yang wajib bagi Allah SWT
adalah wujud. Dan diperselihkan perihal maknanya.
- Pengertian Wujud menurut selain Asy’ari
Maka berkatalah selain Imam Asy’ari (yakni Imam Arrozi) dan
para pengikutnya: wujud itu adalah hal yang wajib bagi dzat selama tetap dzat
itu dan hal ini tidak disebabkan dengan satu sebab.
Dan makna dari keadaan wujud itu sebagai hal adalah bahwa wujud itu tidak naik ke derajat maujud (yang diadakan) sehingga dia
dapat disaksikan dan tidak menurun ke derajat ma’dum (ditiadakan) sehingga dia tidak ada sama sekali, melainkan
dia ada ditengah-tengah antara maujud
dan ma’dum.
Perlu diketahui bahwa segala sesuatu itu ada 4 bagian:
Amrun I’tibari ada dua macam: Ikhtiro’I dan Intiza’I
1. Maujud : yaitu sesuatu yang syah melihatnya dan dia adalah yang paling tinggi
derajatnya.
2. Ma'dum : yaitu sesuatu yang tidak ada ketetapan baginya dan dia adalah yang paling
rendah derajatnya.
3. Hal : yaitu
sesuatu yang ada ditengah-tengah antara maujud dan ma’dum dan dia lebih rendah
derajatnya daripada maujud dan lebih tinggi daripada ma’dum dan juga amrun
I’tibari.
4. I'tibar : yaitu perkara yang berdasarkan pandangan.
Amrun I’tibari ada dua macam: Ikhtiro’I dan Intiza’I
- Ikhtiro’I adalah sesuatu yang tidak mempunyai kepastian pada dirinya melainkan dia itu dikira-kirakan oleh orang dan diada-adakan, seperti bakhilnya orang yang mulia dan mulianya orang yang bakhil.
- Intiza’I adalah sesuatu yang mempunyai kepastian pada dirinya, seperti mulianya orang yang mulia dan bakhilnya orang yang bakhil.
Maka wujud si Zaed umpamanya adalah suatu hal yang wajib bagi
dzatnya dalam arti tidak terlepas Hal
itu dari dzat tersebut. Dan makna perkataan mereka dengan “tidak disebabkan dengan satu sebab” adalah bahwa Hal itu tidak timbul dari sesuatu (selain
dzat). Berbeda dengan keadaan si Zaed berkuasa umpamanya, maka sesungguhnya
keadaan seperti itu adalah timbul dari kekuasaannya.
Maka keadaan si Zaed itu berkuasa
umpamanya dan wujudnya adalah dua hal yang berdiri dengan dzatnya yang
tidak dapat dicapai keduanya itu dengan salah satu daripada indera yang lima. Akan tetapi yang
pertama mempunyai sebab yang dia timbul daripadanya dan sebab itu adalah qudrot (kekuasaan) sedangkan yang kedua
tidak mempunyai sebab.
Dan inilah dhobit
(kaidah) bagi HAL NAFSIYYAH. Dan
setiap hal yang berdiri dengan dzat dalam keadaan tidak disebabkan dengan satu
sebab dinamakan dengan Sifat Nafsiyyah. Dan dia (Sifat Nafsiyyah) adalah
sesuatu yang dzat tidak bisa difahami dengan tanpa dia, artinya tidak
ditashowwur akan dzat itu yakni tidak dapatkan dia kecuali dengan sifatnya yang
nafsiyyah seperti tahayyuz (mengambil
tempat) bagi jirim. Maka sesungguhnya jika engkau telah mentashowwurnya yakni
engkau telah mendapatkannya (jirim tersebut) niscaya engkau dapatkan bahwa dia
itu memang mengambil tempat.
Jadi dapat diketahui melalui ibarat ini bahwa dhobit daripada
HAL NAFSIYYAH ada dua, yakni:
- Setiap Hal yang berdiri dengan dzat dalam keadaan tidak disebabkan dengan satu sebab
- Sesuatu dzat tidak bisa difahami dengan tanpa dia.
Sebab dinamakan wujud itu dengan hal nafsiyyah (mengenai
diri) adalah karena Hal tersebut hanya melazimi diri yakni dzat. Berbeda dengan
HAL MAKNAWIYYAH karena dia disamping melazimi dzat juga melazimi beberapa
makna.
Dan berdasarkan pendapat ini yakni keadaan wujud itu sebagai
Hal maka dzat Allah SWT adalah selain wujud-Nya dan dzat segala yang baru
adalah selain wujud-wujudnya.
- Pengertian Wujud menurut Asy’ari
Dan berkata Imam Asy’ari dan para pengikutnya: wujud adalah
maujud itu sendiri, maka berdasarkan pendapat ini wujud Allah SWT adalah dzat-Nya
sendiri, tidak lebih atasnya diluar dan wujud yang baru itu adalah dzatnya
sendiri.