Kita hanyalah manusia yang lemah nan hina, kita diciptakan di dunia ini bukanlah untuk bersenang-senang tetapi untuk berjuang di jalan Allah agar kehidupan kita selalu bermanfaat.
Jangan membanggakan diri sendiri karena semua yang ada di alam ini adalah Fana' hanya Allah 'azza wa jalla yang bersifat kekal.
Belajarlah mentauhidkan Allah, jalan pertama yaitu dengan mengenal hakikat diri kita sendiri karena dengan mengenal diri, kita akan mengetahui antara posisi kita dan Tuhan yang menciptakan alam semesta.
kemudian kenalilah alam ini kemudian belajar mengenal akhirat,.. Pelajarilah ilmu-ilmu Allah. dan yang perlu kita perhatikan pada zaman sekarang ini adalah tentang aqidah, yang sekarang merajalela dan banyak aqidah-aqidah yang menyimpang dari ajaran ahlussunah wal jama'ah, marilah kita sedikit mengkaji tentang Aqidah ahlussunah wal jama'ah, dimana aqidah Ahlussunah Wal Jama'ah mengambil faham Tauhid berlandaskan Faham Asy'ariah Wal Mathutidiyah yang sekarang lebih dikenal dengan Aqoidul Khomsin (Aqidah 50),
Dalam bidang Fiqih mengikuti salah satu imam dari empat Madzhab (Madzhab Maliki, Madzhab Hambali, Madzhab Syafi'i, Madzhab Hanafi) dan dalam bidang Tasawwuf mengikuti sang Hujjatul Islam Imam Al-ghazali dan imam Junaid Al-Baghdadi.
Dalam Kitab Kifayat Al-'Awam dikatakan :
Jangan membanggakan diri sendiri karena semua yang ada di alam ini adalah Fana' hanya Allah 'azza wa jalla yang bersifat kekal.
Belajarlah mentauhidkan Allah, jalan pertama yaitu dengan mengenal hakikat diri kita sendiri karena dengan mengenal diri, kita akan mengetahui antara posisi kita dan Tuhan yang menciptakan alam semesta.
kemudian kenalilah alam ini kemudian belajar mengenal akhirat,.. Pelajarilah ilmu-ilmu Allah. dan yang perlu kita perhatikan pada zaman sekarang ini adalah tentang aqidah, yang sekarang merajalela dan banyak aqidah-aqidah yang menyimpang dari ajaran ahlussunah wal jama'ah, marilah kita sedikit mengkaji tentang Aqidah ahlussunah wal jama'ah, dimana aqidah Ahlussunah Wal Jama'ah mengambil faham Tauhid berlandaskan Faham Asy'ariah Wal Mathutidiyah yang sekarang lebih dikenal dengan Aqoidul Khomsin (Aqidah 50),
Dalam bidang Fiqih mengikuti salah satu imam dari empat Madzhab (Madzhab Maliki, Madzhab Hambali, Madzhab Syafi'i, Madzhab Hanafi) dan dalam bidang Tasawwuf mengikuti sang Hujjatul Islam Imam Al-ghazali dan imam Junaid Al-Baghdadi.
Dalam Kitab Kifayat Al-'Awam dikatakan :
ﻓﻼ
ﻴﺼﺢ ﺍﻟﺤﻛﻢ ﺒﻭﺿﻭﺀ ﺸﺨﺺ ﺍﻮ ﺼﻼﺗﻪ ﺇﻻ ﺇﺫﺍ ﻜﺎﻦ ﻋﺎﻟﻣﺎ ﺒﻬﺬﻩ ﺍﻠﻌﻘﺎﺌﺪ ﺍﻮﺟﺎﺰﻣﺎ ﺒﻬﺎ ﻋﻟﻰ ﺍﻠﺧﻼﻒ
ﻔﻰ ﺬﻠﻚ
“Maka hukum itu tidak
mensyahkan wudlunya seseorang atau shalatnya kecuali jika dia mengetahui dengan
aqidah-aqidah ini (aqidah 50) atau dia mantap dengannya berdasarkan perbedaan
pada yang demikian itu.”
Dalam
hal ilmu tentang aqidah-aqidah ini sebagai dasar yang baru bisa terbina atasnya
barang yang selainnya, maka hukum tidak bisa mensyahkan wudlu atau shalatnya
seseorang kecuali jika dia mengetahui aqidah-aqidah tersebut berdasarkan
pendapat yang mengatakan bahwa mukallid itu kafir, atau dia mantap dengan
aqidah-aqidah itu meski dia tidak tahu dalil-dalilnya berdasarkan pendapat yang
mengatakan bahwa mukallid itu mukmin.
Maka
hendaklah kita menuntut ilmu untuk mengetahui aqidah-aqidah yang 50 itu secara ijmaly (global) sebelum menyebutkannya
secara tafshily (terperinci), karena
setiap ilmu adalah hamba bagi ilmu kalam. Karena banyak orang menuntut ilmu
fiqih agar mensyahkan satu hukum kemudian dia melalaikan kedudukan hukum-hukum
itu.
Dalam
kitab Qotrul Ghoits oleh Syaikh
al-Imam Abi al-Laits, bahwa Orang yang di masa kanak-kanak belajar Aku beriman kepada Allah, kepada para Malaikat, kepada kitab-kitab Allah, kepada para rasul Allah, kepada hari akhir (hari kiamat dan
kehidupan akhirat) dan kepada Takdir yang
terdiri dari takdir baik dan takdir buruk sebagai dari Allah SWT., pula ia
mengerti bahwa ucapan itu sebagai poin-poin keimanan, tetapi ia tidak tahu
makna dari poin-poin keimanan itu, adalah ia belum dikatakan beriman.
Bila
anda ditanya lalu apakah yang dimaksud dengan keimanan? jawablah bahwa keimanan
merupakan ungkapan tauhid (mengesakan Allah).
Keimanan
itu dapat dicapai dengan jalan ma’rifat kepada Allah, ma’rifat adalah menemukan
secara mantap tanpa keraguan dan sesuai kenyataan dengan suatu dalil.
Sebagaimana
firman Allah SWT
ﻓﺎﻋﻟﻢ ﺍﻧﻪ ﻵﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﷲ
Maka
ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allah …
(Q.S.
47/Muhammad: 19)
Ketahuilah
bahwa syariat mewajibkan atas orang mukallaf mengetahui semua sifat yang wajib
bagi Allah Ta’ala, semua sifat yang mustahil bagi Allah Ta’ala dan, semua yang
boleh (jaiz) bagi Allah. Maka selama
bisa didapatkan dalail-dalil rasional (‘aqliyah)
atau transformal (naqliyah) terhadap
hal-hal wajib, mustahil dan jaiz ini secara garis besar adalah demikian wajib
diketahui secara garis besar. Yakni kita berkewajiban beriqtikad bahwa Allah
Ta’ala bersifat sempurna tanpa batas bilangan dalam kenyataan.
Maka ketahuilah bahwasannya Wajib bagi
Allah SWT itu 20 sifat:
1. Wujud
(ada)
2. Qidam (dahulu)
3. Baqa’ (kekal)
4. Mukhalafatu lil Hawaditsi (berbeda
dengan makhluk)
5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi (berdiri
sendiri)
6. Wahdaniyah (Esa)
7. Qudrah (Kuasa)
8. Iradah (berkehendak)
9. ‘Ilmu (mengetahui)
10. Hayat (hidup)
11. Sama’ (mendengar)
12. Bashor (melihat)
13. Kalam (berfirman)
14. Qodiron (Yang Maha Kuasa)
15. Muridan (Yang Maha Menghendaki)
16. ‘Aliman (Yang Maha Mengetahui)
17. Hayyan (Yang Maha Hidup)
18. Sami’an (Yang Maha Mendengar)
19. Bashiron (Yang Maha Melihat)
20. Mutakalliman (Yang
Maha Berfirman)
dan Mustahil
atas-Nya 20 sifat:
1.
‘Adam (tidak
ada)
2.
Huduts (baru)
3.
Fana’
(binasa)
4.
Mumatsalatu
lil Hawaditsi (sama dengan makhluk)
5.
Ihtiyajun
Lighoirihi (butuh kepada yang lain)
6.
Ta’addud
(bilangan)
7.
‘Ajzun
(lemah)
8. Karahah (terpaksa)
9.
Jahlun (bodoh)
10. Mautun (mati)
11. Shamamun (tuli)
12. ‘Amaa (buta)
13. Bukmun (bisu)
14. ‘Aajizan (yang lemah)
15. Mukrahan (yang terpaksa)
16. Jaahilan (yang bodoh)
17. Mayyitan (yang mati)
18. Ashamma (yang tuli)
19. A’maa (yang buta)
20. Abkama (yang bisu)
Semua sifat mustahil ini, Allah suci dari
semuanya.
serta Jaiz pada hak Allah SWT satu perkara,
yaitu Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu
(mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang mungkin), maka inilah 41
(aqidah).
Dan Wajib
bagi para rasul itu 4 sifat:
1.
Shidiq (benar
atau jujur)
2.
‘Amanah (dapat
dipercaya / terpelihara dari dosa)
3.
Tabligh
(menyampaikan)
4.
Fathonah
(cerdas)
dan Mustahil atas mereka itu 4 sifat:
1.
Kidzib
(bohong)
2.
Khiyanat
(tidak
dapat dipercaya)
3.
Kitman
(menyembunyikan)
4.
Baladah
(bodoh)
serta Jaiz pada hak mereka itu -semoga atas
mereka shalawat dan salam- satu perkara, yaitu Jamii’ul a’raadhil basyariyyah (terjadinya semua sifat pembawaan
manusia), maka inilah dia yang 50 (aqidah itu).
Ketauhidan
merupakan fondasi umat Islam, karena dengan keyakinan yang penuh harapan
(sebagai nilai-nilai ketauhidan) akan muncul dengan mudah sikap dan perilaku
terpuji. Bagaimana orang akan dengan ringan mengorbankan jiwa, raga dan harta
(tanpa pamrih) bila mental spiritual tidak bermodal dasar harapan-harapan yang
menjanjikan di kemudian hari yang di sana
tidak laku lagi harta dan apapun selain nilai-nilai pemunculan tauhid.
Rasulullah
SAW sebelum mengajarkan suatu syariat bahkan sebelum turun perintah shalat (di
Isra’ Mi’raj) mendasari para shahabat dengan ketauhidan lebih dahulu. Bahkan
periode Makah (hampir 13 tahun) adalah bisa disebut sebagai periode penempaan
tauhid, dimana perintah shalat sebagai syariat pertama adalah (kurang lebih)
satu tahun sebelum hijrah).
Untuk
itu, agar tidak banyak tertipu di kehidupan sekarang ini haruslah mengabdi
kepada ajaran tauhid, ajaran Islam dan ajaran kebenaran (al-haqq)
afwan koreksinya, mohon sudi untuk meluruskan Al-Faqir...
ReplyDeleteWallahu a'lam.
assalamualaikum
ReplyDeletesaya mau tanya contoh maujud, ma'dum, hal dan amrun i'tibari itu seperti apa ya??
minta tlong penjelasannya,
assalamualaikum
ReplyDeletesaya mau tanya contoh dari maujud, ma'dum, hal dan amrun i'tibari?
minta tlong penjelasannya.
Jazakallah
ReplyDeleteAna mhon keridhoanny ya ustadz utk copas n share
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete